Pada suatu hari di sekolah. Aku ingat saat itu hari ketika ibuku datang. Aku sangat malu. Mengapa ia melakukan hal ini kepadaku? Aku memalingkan muka dengan rasa benci dan berlari. Keesokan harinya di sekolah. “Ibumu hanya memiliki satu mata?” dan mereka semua mengejekku.
Aku berharap ibuku menghilang dari dunia ini sehingga aku berkata kepada ibuku,”Ibu, kenapa kamu tidak memiliki mata lainnya? Ibu hanya akan menjadi bahan tertawaan. Kenapa Ibu tidak mati saja?” Namun ibu tidak menjawab. Aku merasa sedikit buruk, tetapi pada waktu yang sama, rasanya sangat baik karena aku telah mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini. Mungkin itu karena ibu tidak menghukumku, tetapi aku tidak berpikir bahwa aku telah sangat melukai perasaannya.
Malam itu, aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku menangis disana, dengan pelan, seakan ia takut bahwa ia akan membangunkanku. Aku melihatnya, dan pergi. Karena perkataanku sebelumnya kepadanya, ada sesuatu yang mencubit hati aku. Meskipun demikian, aku membenci ibuku yang menangis dari satu matanya.
Jadi, Aku mengatakan pada diriku sendiri jika aku tumbuh dewasa nanti harus menjadi sukses, karena aku membenci ibu bermata-satu aku dan kemiskinan kami. Lalu aku belajar dengan keras. Aku pergi meninggalkan ibu dan ke Jakarta untuk belajar, serta diterima di universitas ternama dengan penuh kepercayaan diri.
Kemudian aku menikah dan membeli rumah milikku sendiri. Lalu aku memiliki anak-anak juga. Sekarang, aku hidup bahagia sebagai seorang pria yang sukses. Aku menyukainya karena disini adalah tempat yang tidak meningatkan aku akan ibu.
Kebahagiaanku yang besar dan semakin besar berubah tatkala secara tak terduga seseorang menjumpai aku, “Apa?! Siapa ini?" Ia adalah ibuku, tetap dengan satu matanya. Rasanya seperti seluruh langit runtuh menimpaku. Anak perempuanku lari ketakutan melihat mata ibuku.
Dan aku bertanya kepadanya, “Siapa Anda? aku tidak mengenalmu!!” begitulah aku sandiwara. Aku berteriak kepadanya “Mengapa engkau berani datang ke rumah aku dan menakuti anakku! Pergi dari sini sekarang juga!”
Dan ibu dengan pelan menjawab, “Oh, maafkan aku. aku pasti salah alamat,” dan diapun berlalu. Aku mengatakan kepada diriku bahwa aku tidak akan peduli atau berpikir tentang hal ini sepanjang sisa hidupku.
Suatu hari, sebuah surat mengenai reuni sekolah datang ke rumahku. Aku berbohong kepada istri dan mengatakan bahwa aku akan pergi melakukan perjalanan bisnis. Setelah reuni ini, aku mengunjungi rumah lamaku karena rasa penasaran saja.
Di sana aku menemukan ibu aku terbaring kaku di tanah yang dingin. Tetapi aku tidak dapat mengalirkan setetes air matapun. Dalam genggaman tangan terdapat selembar kertas, surat untukku.
Inilah isi suratnya:
Anakku,
Aku pikir saat ini aku hidup sudah cukup lama. Dan aku tidak akan mengunjungi Jakarta lagi tetapi apakah permintaanku terlalubanyak jika aku ingin kamu sesekali datang mengunjungiku, nak? Aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat lega ketika mendengar kamu akan datang dalam reuni sekolah.
Tetapi aku memutuskan untuk tidak datang ke sekolah. Kepadamu aku meminta maaf karena hanya memiliki satu mata dan mempermalukan dirimu. Tahukah kamu, saat kamu masih kecil, kamu mengalami kecelakaan, dan kehilangan satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak tahan melihatmu harus tumbuh dengan hanya satu mata. Sehingga aku memberikan sebuah mataku. Aku sangat bangga kepada anakku dapat melihat dunia yang baru untukku, menggantikan aku, dengan mata itu.
Aku tidak pernah marah kepadamu atas apapun yang kamu lakukan. Beberapa kali saatkamu marah kepadaku. aku membatin,” hal ini karena kamu mencintai aku.” Aku merindukan saat kamu masih kecil dan berada di sekitarku. Aku sangat merindukanmu. Aku mencintaimu. Kamu adalah duniaku.
Usai membaca surat tersebut, si anak tak kuasa menahan derai air matanya.Dipeluk tubuh kaku ibunya, sambil terisak ia berucap, "Maafkan aku ibu....maafkan, aku justru mengejek pengorbananmu. Bukalah matamu, bu. Pulanglah bersamaku."
Namun sayang, penyesalan selalu datang terlambat.
Disarikan dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment