Muhammad Rafid Nadhif Rizqullah wrote a new note: Jelmaan Air Mata.
“Buang saja mimpimu jauh-jauh. Anggap sajamimpi itu telah sirna bersama dengan sirnanya senja kali ini, Runi.”
Semburat jingga yang terlukis sempurna terlihat begitu menawan. Jarum jam terlihat sangat lincah berputar, tak seperti biasanya. Angin bertiup lembut, seakan membelai setiap orang dengan cinta. Sekawanan burung berkelana, menghiasi indahnya senja.
Clak..! Clak .. ! Air mata keluar dari mata Runi. Di antara tangisnya, ia mencoba untuk terbangun. Ingin rasanya aku membantunya. Tersirat dari wajahnya, ia berteriak mengekspresikan perasaannya kali ini. Namun sayang. Aku hanyalah Nadia,siswi kelas 6 yang tidak mungkin bisa mengalahkan Kamelia. Maafkan aku, Runi, batinku. Lagipula, aku tidak selevel dengan Runi. Seperti bumi danlangit. Aku anak orang kaya sedangkan Runi? Eh, tapi tunggu. Bukankah akusetiap hari memerhatikan dia walaupun tidak sekelas?
Semburat jingga yang terlukis sempurna terlihat begitu menawan. Jarum jam terlihat sangat lincah berputar, tak seperti biasanya. Angin bertiup lembut, seakan membelai setiap orang dengan cinta. Sekawanan burung berkelana, menghiasi indahnya senja.
Clak..! Clak .. ! Air mata keluar dari mata Runi. Di antara tangisnya, ia mencoba untuk terbangun. Ingin rasanya aku membantunya. Tersirat dari wajahnya, ia berteriak mengekspresikan perasaannya kali ini. Namun sayang. Aku hanyalah Nadia,siswi kelas 6 yang tidak mungkin bisa mengalahkan Kamelia. Maafkan aku, Runi, batinku. Lagipula, aku tidak selevel dengan Runi. Seperti bumi danlangit. Aku anak orang kaya sedangkan Runi? Eh, tapi tunggu. Bukankah akusetiap hari memerhatikan dia walaupun tidak sekelas?
Ya, seperti biasa Kamelia dan kawan-kawan membully Runi. Bahkan, uang jajan Runidiambil oleh Kamelia. Padahal, Runi hanya membawa uang jajan seribu rupiahsetiap harinya. Dan kali ini, Kamelia membakar kertas bertuliskan cerita pendek karya Runi. Runi akhirnya bisa terbangun. Ada luka kecil di kakinya. Ketika ia berdiri, Kamelia mendorongnyahingga terjatuh kembali.
“Sudah kubilang, kau menyerah saja. Dasar payah! Oh ya, buang mimpimu jauh-jauh ya!” seru Kamelia.
***
Bel istirahat berbunyi nyaring. Seperti biasa, semua berhamburan untuk pergi keluar kelas. Aku berjalan bersama Shara, namun berpisah ketika sampai di depan perpustakaan. Kini aku hanya sendiri. Kulihat, Runi sedang mengajarkan materi-materi matematika kepada Kamelia. Dia juga berbicara, menawarkan barang dagangannya ketika Kamelia sedang mengerjakan soal yang diajari Runi.
Itulah Runi. Siswi yang hanya memiliki delapan jari. Ia selalu ceria, walau ia dibully. Mungkin bisa dibilang kemarin sore saja ia menangis. Sebelum dan setelahnya, Runi selalu tersenyum. Yups, Runi sukses membuat tanda tanya di pikiranku.
***
Pemandangan kota yang penuh polusi kini sudah bermetamorfosis menjadi kota canggih namun bebas polusi. Kau pasti heran, mengapa ada kota canggih namun bebas polusi? Memangnya ada, kota canggih tanpa polusi?
Inilah Indonesia. Telah berubah mengikuti arus globalisasi. Kau jangan lupa denganku , ya! Aku Nadia. Sekarang aku bekerja sebagai pembawa acaratalkshow di salah satu televisi swasta ternama. Sebelum acara talkshowdimulai, seperti biasa aku akan berbincang-bincang dengan bintang tamunya.
Di hadapanku ada seorang wanita sukses. Parasnyacantik bukan main.
“Khairunnisa Azzahra?” pekikku kaget ketika aku tahu bintang tamu kali ini. Dia berjalan dan duduk di dekatku. Spontan, aku dan dirinya berpelukan. Ya, kini aku berhadapan dengan Runi, penulis sukses. Buku-bukunya best seller, terkenal hampir di seluruh dunia karena bukunya dicetak di berbagai Negara, dan buku-bukunya juga banyak yang diangkat menjadi film layar lebar.
“Hai Runi, apa kabar? Oh ya, ada satu pertanyaan besar yang masih belum terjawab sejak dulu dari zaman kita SD. Kamu sering dibully oleh Kamelia dan kawan-kawan, namun kamu tetap ceria, tersenyum. Bahkan kamu masih mau mengajari Kamelia tentang pelajaran yang tidak ia mengerti. Mengapa, Runi?” tanyaku. Runi tersenyum, lalu memutarkan bola matanya. Sepertinya ia sedang menerawang ke masa lalu, mengingat kembali memori-memori kenangan dulu.
“Alhamdulillah, Nad. Aku baik. Nah lho,pertanyaan itu ya? Sebenarnya, aku bisa jadi sukses seperti ini dan bisa selalu ceria walau dibully karena satu. Orang tua. Kamu tahu, Nad? Orang tua adalah segalanya. Manusia yang bisa apa saja. Abi seorang pahlawan yang bekerja banting tulang dan Ummi adalah malaikat yang rela apapun. Dan orang tualah yang membuat hari-hari berwarna, membuat dunia menjadi bermakna. Jasanya sungguh berharga,” Runi menarik nafasnya. “Jadi, kesuksesan ini adalah jelmaan dari airmata. Air mata kesedihanku dulu. Tapi, karena Ummi dan Abi, air mata itu menjadi tawa. Hingga menjelma menjadi kesuksesan,”
Aku mengangguk, berusaha mencernakata-kata Runi tadi. Ya, orang tua adalah segalanya. Kini aku tahu, mengapa Runi selalu ceria. Karena Runi bahagia dan sangat bersyukur ada surga di rumahnya. Langsung saja aku teringat pada Ayah dan Bunda. Saat ini Ayah dan Bunda pasti memikirkanku walau sedang sakit, sedangkan aku yang masih sehat tidak memikirkan mereka. Ayah, Bunda….,aku membatin. Tanpa terasa, setetes air mata jatuh dari mataku.
“Sudah kubilang, kau menyerah saja. Dasar payah! Oh ya, buang mimpimu jauh-jauh ya!” seru Kamelia.
***
Bel istirahat berbunyi nyaring. Seperti biasa, semua berhamburan untuk pergi keluar kelas. Aku berjalan bersama Shara, namun berpisah ketika sampai di depan perpustakaan. Kini aku hanya sendiri. Kulihat, Runi sedang mengajarkan materi-materi matematika kepada Kamelia. Dia juga berbicara, menawarkan barang dagangannya ketika Kamelia sedang mengerjakan soal yang diajari Runi.
Itulah Runi. Siswi yang hanya memiliki delapan jari. Ia selalu ceria, walau ia dibully. Mungkin bisa dibilang kemarin sore saja ia menangis. Sebelum dan setelahnya, Runi selalu tersenyum. Yups, Runi sukses membuat tanda tanya di pikiranku.
***
Pemandangan kota yang penuh polusi kini sudah bermetamorfosis menjadi kota canggih namun bebas polusi. Kau pasti heran, mengapa ada kota canggih namun bebas polusi? Memangnya ada, kota canggih tanpa polusi?
Inilah Indonesia. Telah berubah mengikuti arus globalisasi. Kau jangan lupa denganku , ya! Aku Nadia. Sekarang aku bekerja sebagai pembawa acaratalkshow di salah satu televisi swasta ternama. Sebelum acara talkshowdimulai, seperti biasa aku akan berbincang-bincang dengan bintang tamunya.
Di hadapanku ada seorang wanita sukses. Parasnyacantik bukan main.
“Khairunnisa Azzahra?” pekikku kaget ketika aku tahu bintang tamu kali ini. Dia berjalan dan duduk di dekatku. Spontan, aku dan dirinya berpelukan. Ya, kini aku berhadapan dengan Runi, penulis sukses. Buku-bukunya best seller, terkenal hampir di seluruh dunia karena bukunya dicetak di berbagai Negara, dan buku-bukunya juga banyak yang diangkat menjadi film layar lebar.
“Hai Runi, apa kabar? Oh ya, ada satu pertanyaan besar yang masih belum terjawab sejak dulu dari zaman kita SD. Kamu sering dibully oleh Kamelia dan kawan-kawan, namun kamu tetap ceria, tersenyum. Bahkan kamu masih mau mengajari Kamelia tentang pelajaran yang tidak ia mengerti. Mengapa, Runi?” tanyaku. Runi tersenyum, lalu memutarkan bola matanya. Sepertinya ia sedang menerawang ke masa lalu, mengingat kembali memori-memori kenangan dulu.
“Alhamdulillah, Nad. Aku baik. Nah lho,pertanyaan itu ya? Sebenarnya, aku bisa jadi sukses seperti ini dan bisa selalu ceria walau dibully karena satu. Orang tua. Kamu tahu, Nad? Orang tua adalah segalanya. Manusia yang bisa apa saja. Abi seorang pahlawan yang bekerja banting tulang dan Ummi adalah malaikat yang rela apapun. Dan orang tualah yang membuat hari-hari berwarna, membuat dunia menjadi bermakna. Jasanya sungguh berharga,” Runi menarik nafasnya. “Jadi, kesuksesan ini adalah jelmaan dari airmata. Air mata kesedihanku dulu. Tapi, karena Ummi dan Abi, air mata itu menjadi tawa. Hingga menjelma menjadi kesuksesan,”
Aku mengangguk, berusaha mencernakata-kata Runi tadi. Ya, orang tua adalah segalanya. Kini aku tahu, mengapa Runi selalu ceria. Karena Runi bahagia dan sangat bersyukur ada surga di rumahnya. Langsung saja aku teringat pada Ayah dan Bunda. Saat ini Ayah dan Bunda pasti memikirkanku walau sedang sakit, sedangkan aku yang masih sehat tidak memikirkan mereka. Ayah, Bunda….,aku membatin. Tanpa terasa, setetes air mata jatuh dari mataku.